18 April 2013

5 KUALITAS PENSIL


Melihat Neneknya sedang asyik menulis Ali bertanya, "Nenek sedang menulis apa?"

Mendengar pertanyaan cucunya, sang Nenek berhenti menulis lalu berkata, "Ali cucuku, sebenarnya nenek sedang menulis tentang Ali. Namun ada yang lebih penting dari isi tulisan Nenek ini, yaitu pensil yang sedang Nenek pakai. Nenek berharap Ali dapat menjAli seperti pensil ini ketika besar nanti."

"Apa maksud Nenek bahwa Ali harus dapat menjAli seperti sebuah pensil? Lagipula sepertinya pensil itu biasa saja, sama seperti pensil lainnya," jawab Ali dengan bingung.

Nenek tersenyum bijak dan menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana Ali melihat pensil ini. Tahukah kau, Ali, bahwa sebenarnya pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup."

"Apakah Nenek bisa menjelaskan lebih detil lagi padaku?" pinta Ali

"Tentu saja Ali," jawab Nenek dengan penuh kasih

"Kualitas pertama, pensil dapat mengingatkanmu bahwa kau bisa melakukan hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kau jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkahmu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya".

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, kita kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil yang kita pakai. Rautan itu pasti akan membuat pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, pensil itu akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga denganmu, dalam hidup ini kau harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjAli orang yang lebih baik".

"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".

"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".

"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga Ali, kau harus sadar kalau apapun yang kau perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan".

"Nah, bagaimana Ali? Apakah kau mengerti apa yang Nenek sampaikan?"

"Mengerti Nek, Ali bangga punya Nenek hebat dan bijak sepertimu."

Begitu banyak hal dalam kehidupan kita yang ternyata mengandung filosofi kehidupan dan menyimpan nilai-nilai yang berguna bagi kita. Semoga memberikan manfaat.

12 April 2013

DIPERBUDAK HARTA (kisah anak yang mencoret mobil ayahnya)



Sepasang suami isteri - seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur.
Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya. Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan , tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah. Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah.
Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya sudah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan.
Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang ibu.”, katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris. “Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?… Bagaimana Dita mau bermain nanti ?… Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, ” katanya berulang-ulang.
Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf…Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya…

Sebagai perenungan:
Tidakkah disadari, bahwa anak adalah harta yang sangat berharga, amanah dari Tuhan yang harus dijaga dan dibimbing dengan baik?
Tidakkah disadari, bahwa harta yang kita cari dan miliki itu kembali kepada keluarga sebagai wujud peribadatan melaksanakan amanah dari Tuhan dan sarana untuk pengabdian kepadaNya?
Tidakkah dicontoh, betapa besar kasih sayang Rasulullah saw kepada keluarga dan umatnya?
Sesunggunya Tuhan maha penyanyang kepada umatnya yang punya rasa sayang kepada mahkluk-Nya.
Ketahuilah, bahwa Tuhan kita itu Allah SWT, bukanlah Harta. Janganlah sampai kita di perbudak harta.

10 April 2013

KETELADANAN DALAM PENDIDIKAN



Keteladanan adalah sesuatu yang sangat prinsipil dalam pendidikan. Tanpa keteladanan proses pendidikan ibarat jasad tanpa ruh. Menurut ahli-ahli psikologi, naluri mencontoh merupakan satu naluri yang kuat dan berakar dalam diri manusia. Naluri ini akan semakin menguat lewat melihat. 
Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli psikologi yang mengatakan bahwa 75 % proses belajar didapatkan melalui penglihatan dan pengamatan, sedangkan yang melalui pendengaran hanya 13%. Dengan demikian, pendidikan itu by doing, bukan by lips: pendidikan adalah dengan contoh bukan dengan verbal.[1]
Jika pendidikan adalah melalui contoh, maka faktor figur menjadi sangat penting, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. Siapakah figur sentral di rumah? Siapakah figur sentral di sekolah? Dan siapakah figur sentral di masyarakat? Karena dalam tahapan pertumbuhan dan proses belajar, ciri khas seorang yang menjadi teladan bagi anak-anak dan remaja sangatlah penting. Semakin sempurna seorang dewasa yang menjadi teladan bagi anak-anak, maka tingkat penerimaan dan keberlansung­annya juga semakin banyak. Lihat saja tingkah polah dan perilaku anak-anak kita, mereka sangat menyukai peri­laku orang yang diteladaninya dan dengan senang hati berusaha membentuk dirinya seperti orang yang diteladaninya itu.
Maka dari itu, orang tua, guru dan lingkungan ma­syarakat harus mampu menjadi teladan bagi anak-anak didik, mulai dari pikiran, ucapan, tingkah laku, bahkan hingga ke pakaiannya; semuanya itu akan menjadi media untuk ditiru oleh anak. 
Setiap hari anak-anak yang berangkat dari rumah menuju sekolah, di jalan ia akan melihat dan menemui berbagai macam nilai yang berkembang di masyarakat. Jika nilai yang ditemuinya di jalan tidak sesuai dengan nilai yang diajarkan di rumah maupun sekolah, maka bisa dibayangkan anak akan mengalami kebingunan intelek­tual yang terus menerus. Celakanya, apabila anak akhir­nya lebih tertarik dan memilih nilai jalanan ketimbang nilai-nilai yang ditanamkan di sekolah maupun di rumah. Di sinilah peran orang tua dan sekolah menjadi sangat penting. Maka dari itu, orang tua dan guru zaman sekarang disamping memiliki karakter yang kuat, harus pula berwawasan luas dan mengikuti perkembangan zaman agar mampu menandingi dan memenangkan pertarungan nilai di hadapan anak-anaknya. 
Sebab itu, Allah SWT menset-up kepribadian Rasulullah­ untuk dijadikan panutan dan ukuran akhlak bagi semesta alam.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(Qs. Al-Ahzab [33]: 21)
Dalam Islam Pendidikan bertujuan untuk membina dan membentuk perilaku atau akhlak peserta didik dengan cara meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, serta pengamalan peserta didik terhadap ajaran Islam. Sehingga setelah menyelesaikan pendidikan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan bernegara.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut, terdapat berbagai faktor pendukung yang terlibat, atau terkait baik secara langsung, maupun secara tidak langsung dalam proses pendidikan. Diantara faktor-faktor tersebut yaitu guru, anak didik, metode, sarana dan prasarana, kurikulum, media pendidikan, bahan pelajaran dan lain sebagainya, yang masing-masing faktor tersebut mempunyai peranannya tersendiri. Metode adalah jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini berkaitan dengan pendidikan metode keteladanan adalah salah satu metode yang bisa diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau di contoh oleh seseorang dari orang lain, namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan islam, yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan pengertian uswah dalam ayat-alqur'an.
Secara terminologi kata “keteladanan” berasal dari kata “teladan” yang artinya “perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh”. Sementara itu dalam bahasa arab kata keteladanaan berasal dari kata “uswah dan “qudwah”.
Sementara itu secara etimologi pengertian keteladanan yang diberikan oleh Al-Ashfahani, sebagaimana dikutip Armai Arief, bahwa menurut beliau “al-uswah” dan “al-Iswah” sebagaimana kata “al-qudwah” dan “al-Qidwah” berarti “suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan”. Senada dengan yang disebutkan di atas, Armai Arief juga mengutip pendapat dari seorang tokoh pendidikan islam lainnya yang bernama Abi Al-Husain Ahmad Ibnu Al-Faris Ibn Zakaria yang termaktub dalam karyanya yang berjudul Mu’jam Maqayis al-Lughah, beliau berpendapat bahwa “uswah” berarti “qudwah” yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti.[2]
Dengan demikian keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukakan atau mewujudkannya, sehingga orang yang di ikuti disebut dengan teladan. Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan bahwa metode keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata, khusunya ibadah dan akhlak.
Dalam Al-Quran kata teladan diibaratkan dengan kata-kata uswah yang kemudian dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padanan kata uswatun hasanah yang berarti teladan yang baik. Dalam Al-Quran kata uswah juga selain dilekatkan kepada Rasulullah SAW juga sering kali dilekatkan kepada Nabi Ibrahim a.s. Untuk mempertegas keteladanan Rasulullah SAW Al-Quran selanjutnya menjelaskan akhlak Rasulullah SAW yang tersebar dalam berbagai ayat dalam Al-Quran.
Dari serangkaian pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa metode uswah adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata, khusunya ibadah dan akhlak. Keteladan merupakan pendidikan yang mengandung nilai pedagogis tinggi bagi peserta didik. Bukankah akhlak yang baik adalah ilmu yang paling tingggi? Hal tersebut senada dengan sabda Rasul Saw: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”
Dengan memberikan keteladan atau contoh yang baik terhadap peserta didik maka pendidik akan mendapat balasan yang mulia seperti sabda Rasul Saw:
 Barang siapa yang memberikan contoh yang baik dalam Islam maka baginya pahala atas perbuatan baiknya dan pahala orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat. Yang demikian itu tidak menghalangi pahala orang-orang yang mengikutinya sedikitpun. Dan barang siapa yang memberikan contoh yang buruk didalam Islam maka baginya dosa atas perbuatannya dan dosa orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat. Yang demikian itu tanpa mengurangi sedikitpun dosa orang-orang yang mengikutinya” (HR Muslim). 

By : mas aLi